Apa itu Financial Freedom?
Financial freedom atau kebebasan finansial adalah keadaan ketika seorang individu telah mencapai kemapanan dalam kondisi keuangannya. Ketika individu tersebut sudah bisa mencapai kebebasan finansial, kekhawatiran dalam memenuhi kebutuhan hidupnya akan berkurang. Ia tidak akan kekurangan uang untuk membeli apa pun yang dibutuhkan, bahkan yang diinginkan.
Pada intinya, kebebasan finansial telah terwujud ketika seorang individu mempunyai uang yang cukup untuk hidup, memiliki tabungan, dana darurat, serta tidak memiliki utang kepada orang lain. Jika sudah ada di titik ini, seorang individu bisa dengan mudah melakukan apa pun yang diinginkan tanpa perlu mempertimbangkan kondisi finansial.
Cara Mencapai Financial Freedom
Setelah mengetahui manfaat dari financial freedom, tentu Anda ingin merasakannya juga, bukan? Kabar baiknya, ada banyak cara mencapai financial freedom, apalagi saat ini banyak sekali pekerjaan yang memungkinkan Anda untuk menerima pendapatan besar.
Meski begitu, sebenarnya pendapatan yang besar juga belum tentu menjamin financial freedom. Hal tersebut kembali lagi pada diri masing-masing. Berikut ini beberapa cara mencapai financial freedom yang bisa Anda lakukan, yakni:
Apa yang Dimaksud dengan Ikonik?
Ikonik merujuk pada sesuatu yang sangat terkenal atau sangat dihormati dalam budaya atau masyarakat tertentu. Sesuatu yang dikatakan ikonik memiliki kekuatan untuk menggambarkan atau mewakili sesuatu dengan sangat kuat. Biasanya, ikonik terkait dengan simbol, gambar, atau tokoh yang dikenal secara luas dan dianggap sangat penting atau berpengaruh.
Ketika sesuatu disebut ikonik, itu berarti bahwa itu telah mencapai tingkat popularitas dan pengakuan yang tinggi. Banyak faktor yang dapat membuat sesuatu menjadi ikonik, seperti desain yang unik, keberadaan yang lama dalam budaya, atau pengaruh yang besar dalam sejarah.
Ikonik memiliki beberapa karakteristik khusus yang membedakannya dari hal-hal lainnya. Beberapa karakteristik ini termasuk:
1. Pengenalan yang Mudah: Sesuatu yang ikonik mudah dikenali oleh banyak orang. Ini bisa karena bentuknya yang unik, warnanya yang mencolok, atau keterkaitannya dengan peristiwa atau tokoh terkenal.
2. Pengaruh yang Besar: Sesuatu yang ikonik memiliki pengaruh yang besar pada budaya atau masyarakat. Misalnya, sepatu Converse All-Star dianggap ikonik karena popularitasnya yang tinggi dan pengaruhnya dalam dunia fashion.
3. Representasi yang Kuat: Sesuatu yang ikonik mampu mewakili atau menggambarkan sesuatu dengan sangat kuat. Contohnya, bendera negara merupakan simbol ikonik yang mewakili kesatuan dan identitas suatu negara.
4. Keabadian: Sesuatu yang ikonik seringkali memiliki daya tahan yang luar biasa dalam budaya. Mereka tetap relevan dan dihormati selama bertahun-tahun bahkan setelah waktu berlalu.
Ikonik dapat ditemukan dalam berbagai aspek kehidupan sehari-hari. Beberapa contoh ikonik yang terkenal meliputi:
Logo Coca-Cola adalah salah satu logo yang paling dikenal di dunia. Bentuknya yang khas dan warna merahnya membuatnya menjadi simbol yang sangat ikonik. Logo ini telah ada sejak tahun 1885 dan telah menjadi simbol minuman segar dan kenangan masa kecil bagi banyak orang.
Lukisan Mona Lisa oleh Leonardo da Vinci dianggap salah satu karya seni ikonik yang paling terkenal di dunia. Ekspresi wajah Mona Lisa yang misterius telah menjadi daya tarik utama bagi jutaan pengunjung. Selain itu, lukisan ini juga terkenal karena tekniknya yang brilian dan sejarahnya yang kaya.
Bunga mawar merah sering dianggap sebagai simbol cinta dan romansa. Keindahannya yang khas dan aroma yang memikat membuatnya menjadi ikonik dalam konteks hubungan antarmanusia. Banyak orang memberikan bunga mawar merah sebagai ungkapan kasih sayang dan perasaan romantis kepada orang yang mereka cintai.
Karakter Superman telah menjadi ikonik dalam budaya populer. Kekuatan super dan keberaniannya dalam melawan kejahatan membuatnya menjadi simbol pahlawan super yang tak tergantikan. Superman telah menjadi sumber inspirasi bagi banyak orang dan mewakili harapan akan kebaikan dan keadilan dalam dunia yang penuh dengan konflik.
Colosseum di Roma adalah salah satu ikon arsitektur paling terkenal di dunia. Keindahannya dan sejarahnya yang kaya menjadikannya destinasi wisata yang sangat populer. Colosseum juga mewakili kemegahan Kekaisaran Romawi dan menjadi bukti perkembangan peradaban manusia.
Ikonik memiliki pengaruh yang besar dalam budaya. Mereka dapat mempengaruhi tren mode, gaya hidup, perilaku konsumen, dan bahkan cara berpikir masyarakat.
Ikonik seringkali menjadi sumber inspirasi bagi orang lain. Misalnya, desain ikonik dari mobil sport klasik dapat menginspirasi desainer mobil modern untuk menciptakan kendaraan yang memiliki estetika yang sama menariknya. Ikonik juga dapat mempengaruhi nilai-nilai dan norma sosial. Misalnya, film ikonik dengan tema persahabatan dapat membantu memperkuat nilai persahabatan dan pentingnya menjaga hubungan baik dengan orang lain.
Selain itu, ikonik juga dapat mempengaruhi citra suatu tempat atau negara. Sebagai contoh, Menara Eiffel di Paris telah menjadi ikonik dalam menggambarkan keindahan dan romantisme kota Paris. Gambar ikonik ini sering digunakan untuk mempromosikan pariwisata dan meningkatkan minat wisatawan untuk mengunjungi tempat tersebut.
Dengan memahami arti dan makna ikonik, kita dapat lebih menghargai dan mengenali pentingnya simbol dan gambar yang ada di sekitar kita. Ikonik membantu membentuk budaya dan memperkaya kehidupan kita dengan memberikan inspirasi, identitas, dan hubungan emosional dengan masa lalu dan sekarang.
Memulai gaya hidup sederhana
Terakhir, Anda juga bisa mencapai financial freedom dengan menerapkan gaya hidup sederhana. Sesuaikanlah gaya hidup dengan keadaan finansial Anda. Cobalah atur biaya-biaya kebutuhan primer terlebih dahulu sebelum keinginan lain.
Misalnya, bagi Anda yang telah berkeluarga dan memiliki anak, pastikan kebutuhan anak sudah lebih dulu dipenuhi, termasuk kebutuhan pendidikannya. Anda bisa melakukan hal ini dengan mempersiapkan asuransi pendidikan yang memberikan banyak manfaat, seperti PRUCerah dari Prudential Syariah.
Lewat banyak cara, termasuk dengan memberikan proteksi terhadap biaya pendidikan anak, Anda kini sudah mengetahui apa itu financial freedom dan berbagai cara untuk mencapainya. Walau terdengar menantang, financial freedom sama sekali tidak mustahil diwujudkan selama Anda gigih dan konsisten melakukan upaya-upaya di atas.
Namun, perlu diingat bahwa cara mencapai financial freedom juga mencakup pemenuhan kebutuhan anggota keluarga, termasuk anak dan pendidikannya. Untuk kebutuhan satu ini, serahkan kepada asuransi pendidikan syariah PRUCerah, yang menyediakan manfaat dana pendidikan anak dalam bentuk penarikan tunai berkala secara bulanan maupun sekaligus.
Untuk informasi lain seputar asuransi syariah, kunjungi laman web Prudential Syariah. Hubungi juga Customer Line Prudential Syariah di (021) 1500 577. Prudential Syariah adalah perusahaan asuransi jiwa berbasis syariah terkemuka di Indonesia. PT Prudential Sharia Life Assurance amanah dalam mengelola dana peserta sesuai dengan prinsip syariah serta berizin dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan.
Masa berlaku {{pack.displayvalidity}}
Kuota harian {{pack.mainquota | netdata}} / Hari
Kuota utama {{pack.mainquota | netdata}}
Telepon {{pack.call}} Menit
Panggilan ke Indonesia {{pack.calltoindosat}}
Call to Others {{pack.calltoother}}
{{pack.calltoim3}} Nelpon Ke Sesama
{{pack.smstoim3}} SMS ke IM3 Ooredoo
Kuota aplikasi {{pack.appquota | netdata}}
$$Streaming quota$$ {{pack.streamquota | netdata}}
Speed booster {{pack.speedbooster | netdata}}
{{pack.impoinbonus}} poin Bonus IMPoin
{{pack.impoinreward}} poin rewards IMPoin
Limitless {{appitm.title}}
{{cbenfit.title}} {{cbenfit.val}}
Kuota lokal {{pack.localquota| netdata}}
Kuota malam {{pack.midnightquota| netdata}}
Ekstra kuota malam {{pack.midnightquota | netdata}}
Stremio is a modern media center that gives you the freedom to watch everything you want.
Once you install Stremio on your device and create an account, all you have to do is to visit the addon catalog and install any addon you want, and you're good to go!
After that, you can go to the Discover or Board sections to start exploring content.
A lot: Movies, TV shows, Web channels, Sport, TV channels, listen to Podcasts and more. Thanks to our addon system, you can access a variety of content.
Yes, you can check the following links: desktop app and GitHub organization.
Yes: because it is open-source software, the code is publically auditable and you can review it yourself.
Stremio's addon system was also created with the user's security in mind. The addons do not run any code locally, so they pose no risks to your device.
We respect users' privacy and do not collect any personal data besides the essential minimum to create and sync your account.
There is also a Guest mode at signup, which requires no data whatsoever: in this mode, no calls are made to our backend. However, it comes at the expense of useful features, such as being able to sync your library across devices.
Yes, we support Chromecast and you can cast both from desktop and mobile apps (Android).
Yes, you should check those: PimpMyStremio, Reddit communities, Stremio Downloader, etc.
We have desktop apps for Windows, Mac and Linux. We also have dedicated apps for Android Mobile and Android TV. For iOS and iPadOS we suggest using Stremio Web, although it is more limited in functionality.
Sorry, we provide no content ourselves, but the more Stremio addons you have installed, the more content you will be able to find.
Yes, and it can also play normal HTTP links and torrent files (drag and drop).
Available offline is an upcoming feature, but if you allow Stremio to cache on your device (from the settings panel) you can watch the videos later without a connection.
Are you sure you have installed addons? If yes, check with our help center.
We run non-intrusive ads occasionally, but we're considering moving to a donation model.
For more questions, go to our help center.
Dari Wikikamus bahasa Indonesia, kamus bebas
Masa berlaku {{pack.displayvalidity}}
Kuota harian {{pack.mainquota | netdata}} / Hari
Kuota utama {{pack.mainquota | netdata}}
Kuota aplikasi {{pack.appquota | netdata}}
Telepon {{pack.call}} Menit
Panggilan ke Indonesia {{pack.calltoindosat}}
Call to Others {{pack.calltoother}}
{{pack.calltoim3}} Menit/Hari Nelpon Ke Sesama
{{pack.smstoim3}} SMS ke IM3 Ooredoo
$$Streaming quota$$ {{pack.streamquota | netdata}}
Speed booster {{pack.speedbooster | netdata}}
{{pack.impoinbonus}} poin Bonus IMPoin
{{pack.impoinreward}} poin rewards IMPoin
Limitless {{appitm.title}}
{{cbenfit.title}} {{cbenfit.val}}
Kuota lokal {{pack.localquota| netdata}}
Kuota malam {{pack.midnightquota| netdata}}
Ekstra kuota malam {{pack.midnightquota | netdata}}
Masa berlaku {{pack.displayvalidity}}
Kuota harian {{pack.mainquota | netdata}} / Hari
Kuota utama {{pack.mainquota | netdata}}
Telepon {{pack.call}} Menit
Panggilan ke Indonesia {{pack.calltoindosat}}
Call to Others {{pack.calltoother}}
{{pack.calltoim3}} Nelpon Ke Sesama
{{pack.smstoim3}} SMS ke IM3 Ooredoo
Kuota aplikasi {{pack.appquota | netdata}}
$$Streaming quota$$ {{pack.streamquota | netdata}}
Speed booster {{pack.speedbooster | netdata}}
{{pack.impoinbonus}} poin Bonus IMPoin
{{pack.impoinreward}} poin rewards IMPoin
Limitless {{appitm.title}}
{{cbenfit.title}} {{cbenfit.val}}
Kuota lokal {{pack.localquota| netdata}}
Kuota malam {{pack.midnightquota| netdata}}
Ekstra kuota malam {{pack.midnightquota | netdata}}
Sangat penting bagi kita membahas freedom dalam konteks Indonesia mutakhir. Arti dasar kata freedom adalah bebas.
Dalam kebudayaan kita, bebas ini kadang dikonotasikan kurang tepat; diasosiasikan dengan cara hidup yang terlalu bebas, seks bebas, dan segala hal yang buruk. Ringkasnya: diidentikkan dengan liar. Jadi, kebebasan disamakan dengan keliaran.
Padahal free itu bermakna positif. Kebebasan mengandaikanmakhluk yang secara alamiah memiliki kemampuan untuk berpikir, untuk merasa, dan untuk memilih bagi dirinya sendiri. Karena itu, kebebasan jika diterjemahkan sebagai sebuah sistem pengaturan masyarakat, berarti sistem yang percaya bahwa individu-individu yang ada dalam suatu masyarakat sesungguhnya bisa menggunakan kemampuan dan harkat mereka secara alamiah, serta mampu memilih bagi diri mereka sendiri.
Kadang memang ada kekhawatiran bahwa kalau orang dibiarkan bebas memilih, misalnya dalam konteks sebagai warganegara, maka orang akan memilih ke arah yang buruk. Tindakan memilih terkadang memang bisa keliru. Tetapi itu bagian dari proses pembelajaran untuk menjadi dewasa, untuk menjadi otonom. Seorang pemikir Jerman, Immanuel Kant, pernah menulis risalah tentang kebebasan dan emansipasi manusia. Kita, kata filsuf abad ke-19 itu, harus percaya bahwa manusia mampu memilih, mampu tumbuh. Dalam proses itulah berlangsung pembelajaran.
Kalau sang manusia, sang individu, ingin dibuatkan pilihan terus-menerus oleh otoritas di luar dirinya, maka individu ter sebut dan ini bisa kita perluas menjadi masyarakat tidak akan kunjung matang. Jadi situasinya adalah: kita buat sebuah sistem yang menjamin kebebasan agar individu-individu bebas memilih, dan dalam proses memilih terus-menerus dalam hidupnya itulah ia menjadi lebih matang, lebih otonom lebih dewasa.
Itu tidak perlu disalahpahami sebagai hal yang yang akan menjurus ke individualisme, sebagai sesuatu yang dilawankan dengan “budaya Timur”, termasuk kita di Indonesia, yang biasanya mengecamnya karena individualisme dianggap akan akan menciptakan manusia dan masyarakat yang individualistis, yang tidak solider terhadap penderitaan sesama, dan sebagainya. Kita harus akui fakta keras bahwa setiap manusia punya kecenderungan untuk melihat dunia dengan kacamata yang dia miliki; untuk melihat kepentingan yang ada di sekitarnya lewat kepentingannya sendiri. Dan itu kenyataan alamiah. Manusia di mana pun selalu begitu. Tidak ada masyarakat yang mengerti di luar kacamata yang digunakannya. Karena itu individualisme bukanlah sebuah paham. Ia adalah sebuah kenyataan.
Saya sendiri tidak pernah mengkhawatirkannya. Yang saya cemaskan justru hal sebaliknya. Orang mengatasnamakan masyarakat, mengatasnamakan agama, untuk memaksakan ke hendaknya pada orang lain. Saya baru baca koran bahwa di Padang, misalnya, siswi-siswi—yang beragama Islam maupun non-Islam dipaksa untuk memakai jilbab. Ini bentuk pemaksaan kehendak yang paling kasar. Kalau hal itu diwajibkan di kalangan internal kaum muslimat, kita masih bisa berdebat. Tapi kalau ketentuan itu juga dipaksakan terhadap warga non Islam, ini betul-betul bentuk kolektivisme yang paling kasar. Itu merupakan otoritarianisme yang tidak menghargai individu, tidak menghargai kebebasan pilihan.
Mari kita lihat bagaimana kenyataan tentang individualisme itu berlangsung di Amerika Serikat, yang selama ini dianggap memunculkan sikap individualistik, yang tidak memerhatikan kepentingan dan derita manusia lainnya. Saya hidup di Amerika selama delapan tahun, dan saya segera melihat betapa tidak benarnya anggapan itu. Kehidupan berkeluarga, kehidupan berkelompok, selalu ada dalam masyarakat Amerika. Jadi, antara individu dan lingkungannya tidak mungkin dipisahkan.Yang menghubungkan mereka adalah paham atau pandangan tentang bagaimana sang individu dan lingkungannya berhubungan.
Di satu pihak, ada kecenderungan pada masyarakat yang lebih tradisional, yaitu ingin memaksakan apa yang disebut sebagai kepentingan kelompok atau kepentingan kolektif kepada individu. Kalau kita lihat dalam masyarakat yang non-demokratis, kepentingan kelompok hampir selalu berarti kepentingan segelintir orang yang bisa memaksakan kekuasaannya,baik dalam bidang kebudayaan, ekonomi, politik, hukum, dan sebagainya. Inilah yang sebenarnya menjadi masalah. Kalau kita mengatakan ada sebuah kepentingan bersama yang harus diutamakan atau diperjuangkan, bagaimana kita sampai pada perumusan kepentingan bersama itu, dan bagaimana kita mengharuskan individu untuk takluk?
Di Amerika atau masyarakat Barat umumnya, ada konstitusi yang memberikan garis batas yang jelas, di mana negara sebagai perwakilan kelompok bersama tidak boleh melampuai batas-batas tertentu. Hak-hak kebebasan berpendapat adalah hak individual yang tidak boleh diambil oleh negara dalam kondisi apapun, kecuali kondisi ekstrem.
Di negeri-negeri itu, apa yang disebut kemaslahatan umum dirumuskan melalui serangkaian prosedur tertentu. Jadi, tidak ada seorang pun yang bisa menyatakan bahwa “sayalah yang mewakili kepentingan umum”. Itu harus diolah dalam suatu prosedur yang disebut prosedur demokratis, di mana ada parlemen, eksekutif, ada mahkamah agung yang memeriksa apakah prosedurnya sudah dilewati. Jadi, ada hukum, ada konstitusi yang memberi batasan apa yang disebut kepentingan bersama. Makanya dalam Konstitusi Amerika Serikat, misalnya, yang pertama kali dijelaskan adalah bahwa ada hak-hak individu yang tidak bisa diambil oleh siapapun, termasuk oleh pemerintah dan negara. Inilah yang disebut inalienable rights. Hak-hak yang tak dapat dilucuti itu mencakup hak untuk hidup, hak untuk mencari penghidupan, hak untuk bahagia; kemudian ada tambahan melalui amandemen: hak individu untuk berpendapat, untuk beragama, memilih agama masing-masing. Itulah hak yang paling dasar.
Secara implisit, konstitusi kita yang paling baru, setelah amandemen, pun sudah menjamin semua hak itu, meski ada beberapa masalah. Tetapi masalah kita yang lebih besar sekarang adalah konteks sosial dan kulturalnya, sedangkan aturan-aturan legalnya kita sudah punya.
Kritik yang lazim kita dengar bahwa semua konsep itu individualisme, liberalisme, freedom—adalah berasal dari Barat, berakar dan berkembang di lahan Barat, dan dengan sendirinya tidak cocok bagi lahan Timur (Indonesia) yang penuh solidaritas, kekeluargaan, dan sebagainya, perlu diberi perspektif yang tepat. Kenyataannya, di Barat pun, sebelum lahirnya modernitas, situasinya sama dengan yang kita alami; kultur masayarakat mereka cenderung kolektivistik, bersifat gotong-royong, dan sebagainya. Tapi di Amerika dan di Eropa terjadi perkembangan, dan evolusi. Berkembangnya modernitas membawa pula perkembangan paham yang menganggap individu sebagai otonom, yang mampu memilih bagi dirinya.
Ini pun bahkan terjadi dalam rumahtangga kita. Semakin anak-anak saya tumbuh, semakin tampak karakter bahwa anak-anak ini membutuhkan ruang bagi dirinya sendiri yang paling gampang adalah: mereka mulai minta kamar sendiri. Dengan kata lain, jika kemampuan ekonomi keluarga mendukung, secara alamiah anak-anak yang berangkat remaja mulai menuntut privasi. Ini berlangsung secara alamiah, tanpa diatur oleh siapapun. Begitu seorang anak melihat kemampuan-kemampuan alamiahnya mulai berkembang, dia sedikit-banyak meminta ruang bagi dirinya sendiri. Unit analisis dengan berbasis pada keluarga seperti yang saya ilustrasikan itu juga penting, sebab individualisme tidak berarti mempersetankan keluarga dan kelompok-kelompok yang lebih besar dari keluarga.
Individualisme adalah pengakuan bahwa individu adalah subyek yang mampu merasa dan mampu memilih bagi dirinya sendiri. Dia harus dibiarkan dalam proses belajar. Kalau kita tidak mengakui ini, kita terjebak adalam suatu situasi seperti yang lazim terjadi dalam masyarakat tradisional—sekadar menyebut contoh yang paling gampang dan jelas. Dalam masyarakat semacam itu individu selalu diberitahu bahwa suatu kepentingan tertentu adalah kepentingan adat atau kepentingan suku. Tapi siapa yang mendefinisikan kepentingan adat atau kepentingan suku itu?
Kalau ada seorang anggota masyarakat Bugis klasik sudah mau meninggalkan sarung, apa alasan kita untuk berkata bahwa dia tidak boleh lagi memakai jins karena hal itu ber tentangan dengan tradisi masyarakat Bugis; bahwa adat harus dijaga? Kalau anak tidak lagi ingin kawin secara adat, tapi mau kawin secara modern supaya hak-haknya terjaga, baik dengan surat, dengan kontrak dan sebagainya, apa alasan terbaik untuk mengatakan kepadanya bahwa dia tidak bisa bertindak begitu, sebab adat kita tidak demikian? Ini sebenarnya dilema antar pilihan. Kita bisa melihatnya secara gamblang pada kisah Siti Nurbaya dalam sastra kita. Siapa yang memilih buat sang individu: dirinya sendiri (Siti Nurbaya) atau otoritas di luar dirinya—ayah, ibu, paman?
Di belakang skema itu ada sistem adat besar, ada prasangka, kecurigaan terhadap orang lain; barangkali juga ada paham yang keliru; ada paham yang pada suatu waktu bisa benar tapi dalam perubahan zaman tidak lagi benar. Pertanyaan pokoknya: boleh atau tidak Siti Nurbaya memilih buat dirinya sendiri, dalam hal ini memilih suami. Akhirnya soal pilihan ini meluas, bukan hanya untuk memilih suami, tapi juga untuk memilih sekolah, untuk memilih cara hidup untuk memilih macam-macam hal. Harus ada batas-batas bagi kita untuk berkata pada diri sendiri bahwa sesuatu itu merupakan hak individu untuk memilih; bahwa dia harus melakukan itu buat dirinya sendiri, agar dia tumbuh menjadi manusia yang semakin dewasa.
Maka kritik yang menampik semua itu dengan alasan bahwa ia berasal dari Barat, tidaklah sah. Zaman sekarang ini tidak lagi mengizinkan kita untuk memilah-milah Barat dan Timur. Kalau kita masih memakai argumen ini, berarti kita mundur ke perdebatan sebelum 1960-an dan 1970-an sampai jauh ke belakang. Bahwa kita masih bisa mempersoalkan konsep kebebasan secara filosofis, ya tentu saja. Setiap konsepsi pasti punya kelemahan. Tapi saya tidak melihat alternatif yang bisa kita terapkan sebagai dasar sistem sosial atau sistem politik, selain paham kebebasan. Jika kita gunakan sebagai sistem gagasan, kebebasan ini akan menjadi dasar bagi sebuah paham dan sebuah sistem yang kita sebut sistem liberal atau liberalisme.
Sebagai orang Indonesia, orang “Timur”, saya sendiri tidak merasakan kompleks tertentu terhadap Barat. Mungkin saya mendapat keberuntungan-keberuntungan tertentu. Sejak pertama kali tinggal di Amerika, saya tidak merasakan sesuatu yang disebut cultural shock. Saya juga mengamati perkembangan anak saya. Sejak awal, dia kelihatannya sangat Amerika, karena lahir di sana. Dia bersekolah di sana sejak kelas nol kecil. Ketika dia di kelas 3 SD, kami pulang, dan dia harus pindah kesekolah Indonesia. Saya khawatir dia mengalami cultural shock yang sebaliknya—sebagai “anak Amerika” yang tiba-tiba harus hidup di Indonesia. Ternyata secara umum situasinya normal belaka.
Pada satu-dua bulan pertama memang ada sedikit masalah, terutama dalam soal yang remeh-temeh seperti makanan dan gigitan nyamuk. Tapi dari sudut paham kehidupan, saya tidak melihat adanya shock tertentu dalam batin anak saya. Saya justru melihat transisi yang smooth—tampak dari cara dia bersekolah, bercengkerama, berbincang-bincang, bermain dengan kawan-kawannya. Dia bisa dengan gampang menjadi orang Indonesia. Dan kalau bertemu dengan kawan-kawannya yang pernah tinggal di Amerika, dia bisa berbincang dengan enteng dengan bahasa Inggris.
Jadi saya melihat manusia punya kemampuan untuk beradaptasi. Nilai atau kebudayaan bukanlah sesuatu yang absolut, bukan sesuatu yang kalau “sudah dari sononya begitu” tidak bisa lagi berubah. Itulah Bugis, itulah Indonesia. Saya melihat kultur, kebudayaan, nilai, paham itu fleksibel dan yang menentukan adalah manusia. Anak saya bisa. Maka kita yang dewasa, yang sudah banyak baca buku dan punya pengalaman lebih banyak, mestinya lebih mampu dan arif. Mungkin kita bisa berkata bahwa anak-anak memang bisa dengan gampang seperti itu karena mereka, meminjam Geertz, belum dijalin oleh tali-temali nilai-nilai yang koheren. Tapi argumennya bisa jugakita balik: bahwa anak-anak bisa seperti itu karena mereka memang tidak bisa berhenti mencari dan mau belajar. Pertanyaannya: apakah kita yang tua-tua mau terus belajar atau mau berhenti belajar? Apakah kita mau mandek pada suatu sistem nilai tertentu, sementara dunia berubah; kita mau mengikuti perubahan dunia atau kita mau dunia yang mengikuti kita?
Fakta bahwa terjadi perubahan nilai tidak mungkin bisa ditolak. Tidak ada satu pun masyarakat, kecuali mau disebut masyarakat terasing, yang terisolasi, yang tidak mengalami perubahan nilai, perubahan orientasi, perubahan cara hidup. Tinggal bagaimana kita melihat perubahan itu. Kita mau melihatnya sebagai sesuatu yang membuat kita sedih dan merasa terdesak. Atau kita mau menyambutnya dengan tangan terbuka dan mengakui bahwa itulah hidup dan kita ingin melihat yang terbaik dari sana? Itu adalah hukum alam: perubahan dalam setiap hal. Hidup pun secara fisik berubah. Ini adalah hal yang elementer. Kalau tidak ada perubahan tidak ada kemajuan.
Mari kita lihat secara gampang. Saya kadang-kadang sen timental. Mengingat masa kecil di sebuah desa, di sebuah kota kecil yang indah, hidup dengan saudara-saudara dan keluarga yang sekarang harus tinggal di Jakarta. Apakah saya ingin melihat masa kecil saya yang indah, lalu sedih terus-menerus, meratapi masa yang sudah berlalu, ataukah saya akan melihat ke depan? Dalam soal kebebasan pun saya terkadang melihatnya sebagai masalah melihat kehidupan. Apakah by nature, secara alamiah, kita mau pesimistis melihat ke belakang, melihat apa yang berbahaya dan yang jelek dari kehidupan, ataukah kita mau melihat yang bagus dan bermanfaat? Ini soal cara pandang kita melihat manusia.
Kalau kita melihat manusia tumbuh bebas dan memilih, mampukah kita bersikap optimistis bahwa mereka pada akhir nya akan memilih dengan benar dan baik? Atau kita akan selalu takut, berdebar-debar, khawatir jangan-jangan akan begini dan begitu? Jadi saya melihat ada dua cara melihat kehidupan yang berhubungan dengan pandangan kita tentang manusia, tentang kebebasan, tentang perubahan. Kalau kita by nature optimistis, tangan terbuka, melihat ke depan, rasanya kita akan lebih gampang menerima paham yang disebut kebebasan — menerima freedom sebagai kehendak untuk bebas itu.
Memang ada sesuatu yang hilang. Saya, misalnya, semula hidup dalam suatu keluarga dan masayarakat tertentu, yang memegang nilai-nilai tertentu, katakanlah nilai Bugis atau nilai Indonesia. Setelah menengok ke Barat, bukan hanya sekolah, tapi juga karena bacaan dan sebagainya, tentu ada porsi-porsi nilai dalam diri saya yang tergantikan oleh sistem nilai baru, dan nilai-nilai yang lama itu mungkin hilang entah ke mana. Tapi saya anggap itu sebagai bagian dari proses saya untuk menjadi lebih dewasa, lebih arif, lebih luas melihat dunia. Saya tidak melihat itu sebagai masuknya unsur Amerika atau Barat; saya melihat tumbuhnya diri saya sendiri dalam melihat dunia.
Jadi, saya senang bahwa saya berkembang. Bukan karena sayamenjadi Amerika atau menjadi Barat, tapi karena saya berkembang sabagai manusia; menjadi mampu melihat begitu banyak hal, belajar begitu banyak, belajar mengadopsi paham yang baru.
Saya tidak perlu membenci paham yang lama atau cara lama. Saya memahaminya. Ibu saya masih sangat Bugis, saya memahaminya. Tetapi saya senang dan dia pun pasti senang melihat saya tumbuh berkembang melampaui generasi orangtua saya. Dan saya berharap anak saya pun seperti itu. Saya, bagai manapun, hidup dalam konteks tertentu, dan tidak ingin anak kita selalu lebih baik dari diri kita, dan mereka akan semakin tumbuh, semakin lengkap menjadi manusia. Dan pada akhirnya, ini lucunya, dalam perjalanan menjadi manusia, ada yang berkata bahwa itu masalah paham yang paling dasar; ada yang berkata bahwa seseorang itu progresif, linear, atau terkadang berputar kembali menjadi sirkular menuju titik tertentu saya tidak tahu. Tapi yang pasti: ada perubahan, ada perkembangan, ada sebuah proses di mana manusia mampu belajar untuk menjadi lebih baik dari sebelumnya.
Kalaupun disebut ada porsi-porsi nilai yang hilang, ada juga penggantinya. Dan mungkin penggantinya lebih baik. Harus begitu. Kalau tidak begitu, kita melangkah ke belakang. Sebagai bangsa, Indonesia pun dihadapkan pada pilihan-pilihan. Sebuah masyarakat senantiasa dihadapkan pada pilihan-pilihan tentang mau melangkah ke manakah mereka. Saya kira dengan proses demokratisasi yang terjadi tujuh tahun terakhir, kita harus bangga bahwa pilihan kita secara umum benar. Tetapi selalu ada orang, kelompok, atau tahap yang bisa menghambat proses kemajuan ini. Dan itulah yang harus kita sadari.
Indonesia memang dinamis dan berkembang, terdiri atas begitu banyak suku, banyak kepentingan, banyak keragaman, banyak kebudayaan. Tetapi kita harus tahu bahwa dalam garis besarnya kita sudah melangkah dengan baik sebagai sebuah masyarakat. Membangun sistem yang baru di mana sebagai landasannya paham kebebasan semakin mendapat tempat. Itu yang harus kita sadari bersama. Dan kita harus melawan potensi-potensi yang bisa menghambatnya. Saya tadi kasih contoh betapa di daerah-daerah, misalnya Sumatra Barat, masih ada dimensi itu. Kita tidak boleh membiarkan hal semacam itu dalam berbagai manifestasinya menjadi dominan di kemudian hari. Itu adalah tugas bersama. ***
Dalam soal kebebasan (freedom) ini, kadang-kadang orang berpikir bahwa eksperimen yang dilakukan oleh negara Amerika Serikat, misalnya, terasa terlalu berani. Mereka memberi ke12 bebasan begitu besar kepada pers, kepada macam-macam institusi, sehingga ada kesan bahwa kebebasan itu akhirnya batasnya tipis sekali dengan keliaran atau anarki. Lagi-lagi, kita perlu lebih cermat melihat hal ini. Kita lihat Amerika memang amat sangat bebas untuk ukuran kita, tapi justru masyarakatnya amat sangat teratur. Lihat saja lalu-lintasnya. Kita mau bilang kita terlalu senang dengan kebebasan, tapi lihatlah jalan raya kita. Begitu liarnya orang, para pengendara. Jadi, kita kadang-kadang juga agak munafik dengan diri kita sendiri, atau kita menerapkan kebebasan pada tempat yang salah.
Artinya, pada saat kita harus bebas, kita justru bersikap sebaliknya. Tapi pada saat kita harus mengikuti aturan dengan ketat, kita justru mau liar. Perilaku di jalan raya dapat dilihat sebagai salah satu contohnya. Tapi dalam masalah hukum pun begitu. Kalau Anda ke Amerika, atau kota-kota yang Anda sebut Barat itu, Anda lihat betapa tertibnya berlalu-lintas disana; itu merupakan cermin betapa tertibnya perilaku mereka dalam hukum. Mereka terima itu, dan bersikap sebagaimana yang dituntut oleh hukum bersama. Kita tahu bahwa hukum adalah kehendak bersama yang diwujudkan dalam ketentuan tertulis. Nah, kita di sini barangkali mau mengatakan bahwa secara budaya kita tidak terlalu senang dengan kebebasan, kita mau kehendak bersama. Tetapi dipandang dari sudut kemodernan dalam tata hukum masyarakat, kadang-kadang kita jauh lebih liar ketimbang masyarakat yang bebas.
Lalu, apakah semua masalah dengan sendirinya akan beres jika kita mengusung kebebasan? Tentu tidak. Hal ini sangat bergantung pada dinamikanya dari hari ke hari, ketika paham kebebasan itu diterapkan. Menurut John Stuart Mill, salah satu pemikir tentang paham kebebasan di Inggris pada abad ke-19, kebebasan adalah prakondisi bagi lahirnya kreativitas dan genius-genius dalam masyarakat. Yang dia maksud bukanlah bahwa semua orang dalam masyarakat itu akan pintar berkat adanya kebebasan. Maksudnya: dengan adanya kebebasan, adanya sikap menghargai orang untuk bersikap dan berpikir, kemungkinan masyarakat itu untuk berkembang, berdialog, untuk mencari hal yang lebih baik, terbuka lebih lebar. Ruangnya dibuka lebih besar. Itulah yang menjadi kunci mengapa masyarakat tersebut tumbuh. Dan ini memang secara empiris terbukti.
Dalam masyarakat-masyarakat di mana kebebasan menjadi institusi, artinya telah terlembagakan menjadi perilaku, menjadi kitab hukum, sistem politik, dan sebagainya, memang kelihatan mereka maju dengan cepat, atau menjadi negara-negara yang maju. Pasti ada hubungan mengapa “Barat” adalah juga negara-negara yang paling kaya, paling kuat, sekaligus paling bebas. Pasti ada hubungan antara kebebasan, kesejahteraan, dan kemajuan sebuah bangsa. Itulah yang dikatakan oleh John Stuart Mill. Dan, sebagaimana Mill, saya juga meyakininya.
Apakah Anda sering mendengar kata “ikonik” dalam percakapan sehari-hari? Apa sebenarnya arti dari kata tersebut? Dalam artikel ini, kita akan menjelajahi makna dan signifikansi dari kata “ikonik” serta bagaimana hal itu dapat mempengaruhi budaya dan kehidupan kita. Bersiaplah untuk menemukan berbagai informasi menarik seputar konsep ikonik ini.
Menabung dan investasi
Hal yang tak kalah penting untuk mencapai financial freedom tentu adalah dengan menabung dan melakukan investasi. Alokasikan keuangan sebaik mungkin untuk hal ini. Pasalnya, tabungan dan dana darurat ini bisa menjadi pegangan agar hidup Anda senantiasa aman, terutama jika terjadi hal-hal tidak terduga, seperti jatuh sakit, kecelakaan, atau risiko lain.
Manfaat Utama dari Financial Freedom
Tentu saja ada banyak sekali manfaat yang bisa Anda dapatkan jika telah mencapai financial freedom. Berikut ini adalah beberapa manfaatnya, yaitu:
Independen dalam hal keuangan
Terakhir, manfaat dari mencapai financial freedom adalah bisa mandiri atau independen dalam keuangan. Karena segala kebutuhan telah tercukupi dengan baik, seseorang yang telah mencapai financial freedom tidak perlu bantuan dari pihak lain untuk memenuhi keuangannya.
Contoh yang paling simpel adalah ketika seseorang sudah memiliki penghasilan tetap sendiri, dana darurat dalam jumlah cukup, hingga aset investasi yang memberikan passive income untuk memenuhi kebutuhan hidup, bisa dibilang orang itu telah mencapai financial freedom.
Semua orang pasti menginginkan kebebasan finansial atau yang saat ini populer dengan istilah ‘financial freedom’. Dengan mencapai financial freedom, harapannya kita bisa menikmati kehidupan dengan lebih kaya makna tanpa khawatir akan keadaan finansial.
Namun, financial freedom tidak datang begitu saja, melainkan harus diraih dan dicapai dengan sangat gigih. Lantas, apa yang harus Anda lakukan agar bisa mencapai financial freedom? Mungkinkan hal tersebut diwujudkan pada usia muda? Mari temukan jawabannya dalam ulasan di bawah ini!
Memiliki stabilitas finansial
Pertama, mencapai financial freedom artinya seseorang memiliki kondisi keuangan yang stabil. Ia tidak menghadapi kekurangan dalam memenuhi kebutuhan maupun keinginan. Kondisi keuangan bukanlah sesuatu yang menjadi masalah baginya.
Memahami kondisi finansial pribadi
Sebagai langkah awal, Anda perlu mengenali keadaan finansial sendiri. Coba analisis kembali bagaimana pengeluaran Anda selama ini? Jika misalnya masih lebih besar daripada pemasukan, coba hitung kembali dan lakukan pemangkasan.
Apabila memang tidak bisa dipangkas, tandanya Anda perlu memperbesar pemasukan, misalnya dengan melakukan side job sebagai freelancer di luar pekerjaan utama. Dengan upaya yang gigih seperti ini, mencapai financial freedom di usia muda pun tidak mustahil diwujudkan.
Poin satu ini sangat penting. Untuk mencapai apa itu financial freedom, Anda harus terbebas dari utang. Jadi, jika saat ini Anda masih memiliki utang, baik dalam bentuk cicilan maupun utang kepada orang lain, sebaiknya fokuslah untuk melunasinya terlebih dahulu. Setelah itu, baru prioritaskan untuk menabung dan mengumpulkan dana darurat.